LEMBAGA LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN MENURUT UNDANG UNDANG DASAR 1945
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak
tercurahkan kepada Allah SWT., karena atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa
sallam. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang
seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya kebaikan.
Sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri ini tepat pada waktunya.
Banyak kesulitan dan hambatan yang
Penulis hadapi dalam membuat tugas mandiri ini tapi dengan semangat dan
kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga Penulis mampu
menyelesaikan tugas mandiri ini dengan baik.
Penulis menyimpulkan bahwa tugas mandiri
ini masih belum sempurna, oleh karena itu Penulis menerima saran dan kritik,
guna kesempurnaan tugas mandiri ini dan bermanfaat bagi Penulis dan pembaca
pada umumnya.
Surabaya, Oktober 2015
Penulis
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai lembaga negara
berarti berbicara mengenai alat kelengkapan yang ada dalam sebuah negara. Alat
kelengkapan negara berdasarkan teori klasik hukum negara meliputi, kekuasaan
eksekutif, dalam hal ini bisa Presiden atau Perdana Menteri atau Raja;
kekuasaan legislatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain
seperti Dewan Perwakilan Rakyat; dan kekuasaan yudikatif seperti Mahkamah Agung
atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki
organ-organ lain untuk membantu melaksanakan fungsinya.
Kekuasaan eksekutif, misalnya,
dibantu oleh menteri-menteri yang biasanya memiliki suatu depertemen tertentu.
Meskipun demikian, dalam kenyataanya, tipe-tipe lembaga yang diadopsi setiap
negara berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan
juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan. Secara
konseptual, tujuan diadakan lembaga-lembaga negara atau alat kelengkapan negara
adalah selain untuk menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi
pemerintahan secara aktual.
secara praktis fungsi negara dan
ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang. Dalam negara hukum yang
demokratik, hubungan antara infra struktur politik (Socio Political Sphere) selaku
pemilik kedaulatan (Political Sovereignty) dengan supra struktur politik
(Governmental Political Sphere) sebagai pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat
menurut hukum (Legal Sovereignty), terdapat hubungan yang saling menentukan dan
saling mempengaruhi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kelembagaan Negara
1.Pengertian Lembaga Negara
Lembaga
negara adalah
lembaga pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga
tersebut dibuat oleh negara, dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan
untuk membangun negara itu sendiri . Lembaga negara terbagi dalam beberapa
macam dan mempunyai tugas nya masing-masing antara lain
2. Tugas
Lembaga Negara
a. Tugas umum lembaga negara antara lain :
- Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum, ham, dan budaya
- Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan harmonis
- Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya
- Menjadi sumber insipirator dan aspirator rakyat
- Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, maupun nepotisme
- Membantu menjalankan roda pemerintahan negara
B. Lembaga Negara Dalam Sistem ketatanegaraan
Lembaga negara merupakan lembaga
pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan
kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD. Secara keseluruhan UUD 1945
sebelum perubahan mengenal enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR sebagai
lembaga tertinggi negara; DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga
tinggi negara. Namun setelah perubahan, lembaga negara berdasarkan ketentuan
UUD adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa mengenal istilah
lembaga tinggi atau tertinggi negara.
UUD 1945 mengejawantahkan prinisip
kedaulatan yang tercermin dalam pengaturan penyelenggaraan negara. UUD 1945
memuat pengaturan kedaulatan hukum, rakyat, dan negara karena didalamnya
mengatur tentang pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada hukum, proses
penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan antar Negara RI dengan negara
luar dalam konteks hubungan internasional.
Untuk mengetahui bagaimana proses
penyelenggaraan negara menurut UUD, maka Prinsip pemisahan dan pembagian
kekuasaan perlu dicermati karena sangat mempengaruhi hubungan dan mekanisme
kelembagaan antar lembaga negara. Dengan penegasan prinsip tersebut, sekaligus untuk
menunjukan ciri konstitusionalisme yang berlaku dengan maksud untuk menghindari
adanya kesewenang-wenangan kekuasaan.
Adanya pergeseran prinsip pembagian
ke pemisahan kekuasaan yang dianut dalam UUD 1945 telah membawa implikasi pada
pergeseran kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara, baik dalam kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Perubahan prinsip yang mendasari bangunan pemisahan
kekuasaan antar lembaga negara adalah adanya pergeseran kedudukan lembaga
pemegang kedaulatan rakyat yang semula ditangan MPR dirubah menjadi
dilaksanakan menurut UUD.
Dengan perubahan tersebut, jelas
bahwa UUD yang menjadi pemegang kedaulatan rakyat dalam prakteknya dibagikan
pada lembaga-lembaga dengan pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas. Di bidang
legislatif terdapat DPR dan DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan
Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial; di bidang pengawasan keuangan
ada BPK. Namun demikian, dalam pembagian kekuasaan antar lembaga negara
terdapat kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara yang
mencerminkan adanya kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan negara.
a. Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Sebelum Perubahan UUD 1945,
kedaulatan berada di tangan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat. MPR memiliki tugas dan wewenang yang sangat besar dalam
praktek penyelenggaraan negara, dengan kewenangan dan posisi yang demikian
penting, MPR disebut sebagai “lembaga tertinggi negara”, yang juga berwenang
mengeluarkan ketetapan-ketetapan yang hierarki hukumnya berada di bawah
Undang-Undang Dasar dan di atas undang-undang.
Setelah Perubahan UUD 1945,
kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan oleh MPR, tetapi dilaksanakan
“menurut undang-undang dasar”. Dengan demikian, kedaulatan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Undang- Undang Dasar dan diejawantahkan oleh semua lembaga
negara yang disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar sesuai dengan tugas dan
wewenang masing-masing. Dengan perubahan tugas dan fungsi MPR dalam sistem ketatanegaraan,
saat ini, semua lembaga negara memiliki kedudukan yang setara dan saling
mengimbangi.
Saat ini, MPR terdiri atas anggota
DPR dan anggota DPD yang semuanya dipilih oleh rakyat dalam pemilu, bukan
lembaga DPR dan lembaga DPD. Komposisi keanggotaan tersebut sesuai dengan prinsip
demokrasi perwakilan yaitu “perwakilan atas dasar pemilihan” (representation by
election). dengan ketentuan baru ini secara teoritis berarti terjadi perubahan
fundamental dalam sistem ketatanegaraan, yaitu dari sistem yang vertikal
hierarkis dengan prinsip supremasi MPR menjadi sistem yang horizontal-
fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi antarlembaga
negara.
MPR tidak lagi menetapkan
garis-garis besar haluan negara, baik yang berbentuk GBHN maupun berupa
peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi memilih dan mengangkat Presiden
dan Wakil Presiden. Hal ini berkaitan dengan perubahan UUD 1945 yang menganut sistem
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat yang memiliki
program yang ditawarkan langsung kepada rakyat. Jika calon Presiden dan Wakil
Presiden itu menang maka program itu menjadi program pemerintah selama lima
tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah melantik Presiden atau
Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam hal ini MPR
tidak boleh tidak melantik Presiden dan/ atau Wakil Presiden yang sudah
terpilih.
b. Dewan
Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan
lembaga negara yang memegang kekuasaan legislatif sebagaimana tercantum pada
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945. Dalam UUD 1945 secara eksplisit dirumuskan tugas,
fungsi, hak, dan wewenang DPR yang menjadi pedoman dalam pola penyelenggaraan negara.
Dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, untuk optimalisasi lembaga perwakilan serta memperkukuh
pelaksanaan saling mengawasi dan saling mengimbangi oleh DPR, DPR memiliki
fungsi yang diatur secara eksplisit dalam UUD.
Pada Pasal 20A dipertegas fungsi
DPR, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi
mempertegas kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif yang menjalankan kekuasaan
membentuk undang-undang. Fungsi anggaran mempertegas kedudukan DPR untuk membahas
(termasuk mengubah) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)
dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan
bagi kesejahteraan rakyat. Kedudukan DPR dalam hal APBN ini lebih menonjol
dibandingkan dengan kedudukan Presiden karena apabila DPR tidak menyetujui
RAPBN yang diusulkan Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu
[Pasal 23 ayat (3)]. Fungsi pengawasan adalah fungsi DPR dalam melakukan
pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan oleh
Presiden (pemerintah).
Penegasan fungsi DPR dalam UUD 1945
itu akan sangat mendukung pelaksanaan tugas DPR sehingga DPR makin berfungsi
sesuai dengan harapan dan tuntutan rakyat Selanjutnya, dalam kerangka checks
and balances system dan penerapan negara hukum, dalam pelaksanaan tugas DPR,
setiap anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya. Dalam masa jabatannya
mungkin saja terjadi hal atau kejadian atau kondisi yang menyebabkan anggota
DPR dapat diberhentikan sebagai anggota DPR. Agar pemberhentian anggota DPR
tersebut mempunyai dasar hukum yang baku dan jelas, pemberhentian perlu diatur
dalam undang-undang. Ketentuan ini merupakan mekanisme kontrol terhadap anggota
DPR. Adanya pengaturan pemberhentian anggota DPR dalam masa jabatannya dalam
undang-undang akan menghindarkan adanya pertimbangan lain yang tidak berdasarkan
undang-undang. Ketentuan itu juga sekaligus menunjukkan konsistensi dalam
menerapkan paham supremasi hukum, yaitu bahwa setiap orang sama di depan hukum,
sehingga setiap warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, dalam menegakkan
hukum itu harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum.
c. Dewan Perwakilan Daerah
Perubahan UUD 1945 melahirkan sebuah
lembaga baru dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, yakni Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Dengan kehadiran DPD dalam sistem perwakilan Indonesia, DPR
didukung dan diperkuat oleh DPD. DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi
dan paham politik rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan
lembaga perwakilan penyalur keanekaragaman aspirasi daerah. Keberadaan lembaga
DPD merupakan upaya menampung prinsip perwakilan daerah.
Ketentuan UUD 1945 yang mengatur
keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia itu antara lain
dimaksudkan untuk:
- memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah;
- meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah;
- mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang.
Dengan demikian, keberadaan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan otonomi daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) berjalan sesuai dengan keberagaman daerah
dalam rangka kemajuan bangsa dan negara. DPD memiliki fungsi yang terbatas di bidang
legislasi, anggaran, pengawasan, dan pertimbangan. Fungsi DPD berkaitan erat
dengan sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Kewenangan legislatif yang dimiliki DPD adalah dapat
mengajukan kepada DPR dan ikut membahas rancangan undang-undang yang terkait
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan, pemekaran,
dan pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Selain itu, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
Dalam bidang pengawasan, DPD
mengawasi pelaksanaan berbagai undang-undang yang ikut dibahas dan diberikan
pertimbangan oleh DPD. Namun, kewenangan pengawasan menjadi sangat terbatas
karena hasil pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR guna bahan
pertimbangan dan ditindaklanjuti. Akan tetapi, pada sisi lain anggota DPD ini
memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dengan DPR ketika bersidang dalam
kedudukan sebagai anggota MPR, baik dalam perubahan UUD, pemberhentian
Presiden, maupun Wakil Presiden.
UUD NRI Tahun 1945 menentukan jumlah
anggota DPD dari setiap provinsi adalah sama dan jumlah seluruh anggotanya
tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Penetapan jumlah wakil daerah
yang sama dari setiap provinsi pada keanggotaan DPD menunjukan kesamaan status
provinsi- provinsi itu sebagai bagian integral dari negara Indonesia. Tidak
membedakan provinsi yang banyak atau sedikit penduduknya maupun yang besar atau
yang kecil wilayahnya.
d. Presiden
Presiden merupakan lembaga negara
yang memegang kekuasaan dibidang eksekutif. Seiring dengan Perubahan UUD 1945,
saat ini kewenangan Presiden diteguhkan hanya sebatas pada bidang kekuasaan
dibidang pelaksanaan pemerintahan negara. Namun demikian, dalam UUD 1945 juga
diatur mengenai ketentuan bahwa Presiden juga menjalankan fungsi yang berkaitan
dengan bidang legislatif maupun bidang yudikatif.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Dasar, Presiden haruslah warga negara Indonesia yang sejak kelahirannya dan
tidak pernah menerima kewarganegaraan lain. Perubahan ketentuan mengenai
persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dimaksudkan untuk
mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tuntutan zaman serta agar
sesuai dengan perkembangan masyarakat yang makin demokratis, egaliter, dan
berdasarkan rule of law yang salah satu cirinya adalah pengakuan kesederajatan
di depan hukum bagi setiap warga negara. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa
jabatan Presiden dapat dikontrol oleh lembaga negara lainnya, dengan demikian
akan terhindar dari kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan tugas kenegaraan.
e. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi
Yudisial
Kekuasaan kehakiman dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia bertujuan untuk menyelenggarakan peradilan yang
merdeka, bebas dari intervensi pihak mana pun, guna menegakkan hukum dan
keadilan.
Dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat (3)
dikatakan bahwa “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang”. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum
keberadaan berbagai badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman,
antara lain lembaga penyidik dan lembaga penuntut.
1. Mahkamah Agung
Sesuai dengan ketentuan Pasal 24A
ayat (1), MA mempunyai wewenang:
a. mengadili pada tingkat kasasi;
b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang;
c. wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang.
2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi dengan wewenang
sebagai berikut:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
c. memutus pembubaran partai
politik;4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
3. Komisi Yudisial
Wewenang Komisi Yudisial menurut ketentuan
UUD adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim. Dalam proses rekrutmen hakim agung, calon hakim agung diusulkan
Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan untuk selanjutnya
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 24B UUD menyebutkan Komisi
Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim. Dengan
demikian, Komisi Yudisial memiliki dua kewenangan, yaitu mengusulkan
pengangkatan calon hakim agung di Mahkamah Agung dan menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga martabat serta menjaga prilaku hakim di
Mahkamah Konstitusi.
f. Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dalam bidang auditor. Dalam
kedudukannya sebagai eksternal auditor pemerintah yang memeriksa keuangan
negara dan APBD, serta untuk dapat menjangkau pemeriksaan di daerah, BPK
membuka kantor perwakilan di setiap provinsi. BPK mempunyai tugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
BAB III
PENUTUP
Hal mendasar dalam praktek
penyelenggaraan negara adalah resiko dan akibat praktek penyelewengan sistem
ketatanegaraan. Perbuatan yang secara sengaja dilakukan hanya untuk kepentingan
sesaat bagi kelompok individualitik kolektivitas tertentu sama dengan proses legalisasi
kearah perilaku penyimpangan.Untuk mewujudkan kedewasaan berpolitik dalam
sebuah organisasi pemerintahan, terutama dituntut adanya kesadaran kolektivitas
sosial. Tanpa adanya kesadaran kolektivitas akan berpotensi menimbulkan adanya
stagnasi penyelenggaraan pemerintahan dan cenderung menuju kemunduran.
Model sistem penyelenggaraan negara oleh
lembaga Negara menggambarkan model interaksi menjadi sebuah skema konseptual
yang satu sama lain saling berkaitan dalam kerangka prinsip checks and balances
system. Hubungan antar lembaga negara dalam kerangka pelaksanaan tugas
tercermin pada implementasi dari akibat yang ditimbulkan dalam konsep
fungsional.
Hal yang perlu dikedepankan dalam
praktek penyelenggaraan negara adalah pentingnya masing-masing lembaga negara
menjalankan tugas dan wewenangnya secara normal atau mendapat peresetujuan
rakyat mengenai praktek yang dapat diterima semua unsur dan tidak merugikan
salah satu unsur yang dapat membawa kesulitan dalam hal implementasi tindak
lanjut.
DAFTAR
PUSTAKA
Sinalu. Nomensin. 2014. Hukum
Tata Negara Indonesia. Pratama Aksara : Jogjakarta
Sinalu. Nomensin. 2014. Hukum
Tata Negara Indonesia. Pratama Aksara : Jogjakarta
ejournal.unisba.ac.id/index.php/syiar_hukum/article/download/649/pdf